Jumat, 11 Oktober 2013

Tugas Impresi dan Persepsi



Tragedi Gunung Merapi
Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang terletak di bagian tengah pulau Jawa yang masuk kedalam wilayah Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten dan merupakan salah satu gunung teraktif di Indonesia. Sejak lahir saya tinggal di kota kecil Magelang yang letaknya tidak jauh dari Gunung Merapi. Sehingga saya sering berkunjung ke tempat wisata di Gunung Merapi seperti Gardu Pandang Ketep Pass dan Kaliurang.
Gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi di daerah selatan ini selalu menunjukkan altivitas vulkanik yang terjadi setiap 2 sampai 5 tahun sekali. Menurut ahli geologi yang melakukan penelitian, gunung Merapi menunjukkan aktivitas vulkaniknya pertama kali pada tahun 1006 dengan ledakan yang sangat dahsyat sehingga membuat daerah di sekitarnya tertutup oleh abu vulkanik yang sangat tebal. Hal ini menyebabkan pusat kerajaan Mataram Kuno berpindah ke daerah Jawa Timur. Setelah letusan tersebut, tercatat letusan dahsyat yang berdampak besar terjadi pada tahun 1786, 1822, 1872, dan 1930.
Pengalaman pertama saya saat mengalami letusan dahsyat Gunung Merapi masih teringat dalam benak saya sampai saat ini. Kejadian itu terjadi pada tahun 2010 tepatnya pada tanggal 26 bulan Oktober yang menimbulkan rasa takut dan cemas saat itu. Pada sore hari, gunung Merapi meningkatkan aktivitas vulkanik dengan tanda-tanda gempa ringan yang kemudian disusul dengan keluarnya awan panas yang sangat tebal yang orang-orang menyebutnya wedus gembel. Awan panas pertama yang muncul pada pukul 17.02 WIB mengarah ke barat. Namun awan panas yang berikutnya tidak dapat terpantau dengan baik karena kondisi cuaca di puncak Merapi cukup gelap dan hujan. Saat itu abu vulkanik yang berasal dari Gunung Merapi menutupi seluruh daerah di Magelang dan Yogyakarta bahkan sampai daerah lain seperti di Kabupaten Wonosobo, Purworejo,  Kulonprogo, Kebumen, Temanggung, bahkan pada siang harinya hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap, Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor. Kurang lebih 5-15 cm abu vulkanik menutupi halaman rumah saya . Masih untung rumah saya agak jauh dengan puncak gunungnya, pemukiman di sekitar lereng Gunung Merapi hangus terkena awan panas, banyak penduduk yang meninggal, vegetasi pegunungan yang sebelumnya terlihat hijau saat itu berubah menjadi tumpukan-tumpukan abu hitam yang sangat tebal. Sehingga penduduk yang selamat diungsikan di daerah-daerah yang terhindar jauh dari awan panas.
Pada tanggal 27 dan 28 Oktober setelah terjadinya puncak aktivitas erupsi, terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur dan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas. Pada hari itu semua sekolah diliburkan karena kondisi yang tidak memungkinkan diluar rumah. Sehingga saya hanya berdiam diri didalam rumah. Untuk keluar rumah setiap orang harus menggunakan masker untuk menghindari berbagai penyakit pernafasan karena debu abu vulkanik. Sejak saat itu saya akan merasa cemas ketika mendengar berita di tv mengenai peningkatan aktivitas Gunung Merapi.