Selasa, 02 Oktober 2012

ANALISIS TEORI INDUSTRI


ANALISIS TEORI INDUSTRI
           
Dalam penentuan lokasi industri perlu memperhatikan beberapa faktor serta aspek untuk mendapatkan lokasi yang strategis dan cocok untuk keberlanjutan industry itu sendiri. Industri merupakan suatu kegiatan pengolahan atau pentransformasian benda (material) menjadi sesuatu yang nilai atau manfaatnya lebih besar, melalui proses-proses fisika maupun kimia. Dasar pengambilan keputusan lokasi suatu industry meliputi tiga elemen penting, yaitu:
1.    Skala operasi          ; yaitu rencana berapa jumlah produk yang akan dihasilkan serta pada tingkat berapa produk akan dijual.
2.    Teknik produksi     ; Merupakan kombinasi dari beberapa input, yaitu tenaga kerja, modal, mesin yang dipilih untuk proses produksi.
3.    Lokasi pabrik          ; Merupakan hal yang paling penting yaitu di mana proses pengolahan akan dijalankan.
Pada pembahasan kali ini kita akan membahas dua teori yang dapat menjadi acuan dalam menganalisis lokasi industri.
1.      Teori Susut dan Biaya Pengangkutan
Teori susut di sini maksudnya adalah pengurangan berat yang terjadi karena proses pengolahan. Misalnya, pada industri minyak kelapa, 100 kg kopra (kelapa kering) hanya bisa menghasilkan 25 kg minyak kelapa. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah melalui proses pengolahan akan mengalami pengurangan berat. Secara umum, teori susut dan biaya pengangkutan mengemukakan hubungan-hubungan antara faktor susut dan biaya pengangkutan. Teori ini bermanfaat untuk melihat kecenderungan lokasi industri, artinya dapat mengkaji kemungkinan-kemungkinan penempatan suatu industri (pabrik) di tempat yang paling menguntungkan secara ekonomi.
Dari tabel diatas dijabarkan empat kasus suatu pabrik yang mengolah bahan mentah (M) yang berasal dari satu daerah sumber bahan mentah (SM), menjadi satu macam barang jadi (B), yang kemudian dijual di suatu daerah pasar (P). Pada contoh, digunakan dua variabel, yaitu susut dan biaya pengangkutan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jalannya industri dianggap sama dan diabaikan. Hasil perhitungan biaya pengangkutan seperti pada contoh diatas menunjukan pada kasus A dan B industri/pabrik cenderung ditempatkan di daerah sumber bahan mentah. Akan tetapi, pada kasus C dan D sebaliknya, pabrik cenderung ditempatkan di daerah sumber bahan mentah.
Menurut perhitungan, ternyata jumlah biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan lebih rendah. Pada kasus D besarnya biaya pengangkutan berbeda dengan kasus A, B, dan C. Coba hitungkan kemungkinannya jika pada kasus D besarnya biaya pengangkutan disamakan dengan kasus A, B, dan C. Terdapat dua kesimpulan dalam pemilihan lokasi yang baik (dengan catatan faktor-faktor lainnya sama) menurut teori susut dan biaya pengangkutan. Pertama, makin besar angka rasio susut dalam pengolahan, makin kuat kecenderungan menempatkan pabriknya di daerah bahan mentah. Kedua, makin besar perbedaan biaya pengangkutan antar bahan mentah dan bahan jadi, makin kuat daerah pasar dijadikan sebagai tempat lokasi industri.

2.      Teori Weber
Weber mengemukakan teorinya dalam bukunya yang terkenal Theory of The Location of Industries (1909). Teori Weber dimulai dengan beberapa premis sebagai berikut.
a.   Unit analisis tunggal, merupakan daerah yang terisolasi yang homogen baik mengenai iklimnya, topografi maupun penduduknya.
b.  Beberapa sumber alam seperti air dan pasir, mudah diperoleh dimana saja, sedangkan sumber alam lain hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja, misalnya batu bara dan bijih besi.
c.   Biaya pengangkutan adalah fungsi dari berat dan jarak, artinya makin bertambah sesuai dengan berat dan jaraknya. Beberapa contoh kasus berikut ini menunjukkan peran biaya pengangkutan terhadap kemungkinan dan kecenderungan lokasi industri.
Kasus A: Satu Pasar dan Satu macam Bahan Mentah Jika suatu industri hanya mengolah satu macam bahan mentah dan memasarkannya pada satu daerah pasar maka ada tiga kemungkinan lokasi industrinya.
a.         Jika bahan mentah yang dibutuhkan mudah diperoleh dimana saja maka pabriknya dapat atau cenderung ditempatkan di daerah pasar.
b.        Jika bahan mentah yang diperlukan hanya terdapat di daerah tertentu saja dan mengalami susut dalam pengolahannya maka pabriknya dapat ditempatkan baik didaerah pasar maupun daerah bahan mentah.
c.         Jika bahan mentah hanya terdapat di daerah tertentu saja dan mengalami susut dalam pengolahannya maka industrinya akan ditempatkan di daerah sumber bahan mentah.
d.        Harus diingat bahwa besarnya biaya pengangkutan berkaitan langsung dengan berat barang yang diangkut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMkfZD_pV7g0C49U9cCj8VU7rFyYlOqxkVFmJmmC1cUDtLwZJXyZqcqUEyLgrHEHwZ2kyl8vAUshseKzZZDuXn2NHKfJ4VAbdRbA2WKzIYzuGcmPtQjkhXzMz8SYTnIslrgq4kIYvDVC0/s320/tabel+segitiga+lokasi+industri.JPG

Kasus B: Satu Daerah Pasar dan Dua Macam Bahan Mentah Jika industri mengolah dua macam bahan mentah (M1 dan M2), hasilnya hanya dipasarkan di suatu tempat tertentu saja maka industri itu akan ditempatkan di salah satu kemungkinan berikut.
a.    Jika M1 dan M2 mudah diperoleh dimana saja maka industri itu akan ditempatkan di daerah pasar.
b.    Jika M1 mudah diperoleh dimana saja sedangkan R2nya hanya terdapat di suatu daerah tertentu saja duluan daerah pasar dan jika keduanya tidak mengalami susut dalam pengolahan maka industri tersebut akan ditempatkan di daerah pasar. Biaya pengangkutan hanya dikeluarkan untuk R2.
c.    Jika kedua bahan mentah (M1 dan M2) hanya terdapat di daerah- daerah tertentu yang berlainan dan mengalami susut dalam pengolahannya maka pemecahannya agak sulit. Untuk itu, Weber memperkenalkan teori yang disebut location triangle (segitiga lokasi) dengan titik sudutnya adalah daerah pasar (P), dan daerah-daerah sumber bahan mentah (M1 dan M2). Contohnya, suatu industri mengolah R1 dan R2. keduanya mengalami susut 50%. Setiap tahunnya diperlukan masing-masing bahan mentah itu 2.000 ton.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPqUBMvY8pR-RUI7IOW-5HeqvU20o_MlzDxEEOoKkA3BMRxDK_fFK68NG8iR-Gu_-R17Oveje0ORpKlPShxA_5jChpXvETiIQhyJRmNvpDwaoYy2YrJcs0RiBUq5OCenkyjJla_HfPBFI/s320/tabel+segitiga+lokasi+industri.JPG

a.    Jika industri itu ditempatkan di P maka biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan pertahunnya adalah sebagai berikut.
             R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
b.    Jika industri itu ditempatkan di M1 maka biaya pengangkutan itu adalah:
R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
P = 2.000 ton x 100 km = 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
c.    Jika industri itu ditempatkan di titik X maka biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan pertahunnya menjadi:
R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
P = 2.000 ton x 87 km = 174.000 ton-km
Jumlah = 374.000 ton-km


Biaya pengangkutan pada poin C ternyata lebih rendah dibandingkan dengan A dan B. Ini berarti bahwa penempatan atau lokasi industri di X akan lebih menguntungkan jika industri itu ditempatkan di P, M1, atau M2 1. Pengumpulan Data Berikut ini data yang harus dikumpulkan untuk kepentingan analisis lahan pertanian.



SUMBER :
http://geobelajar.blogspot.com/. Diunduh pada Minggu, 30 September 2012.

TEORI LOKASI INDUSTRI ( TEORI WEBER DAN LOSCH )


TEORI LOKASI INDUSTRI ( TEORI WEBER DAN LOSCH )

A.         TEORI WEBER
            Alfred Weber merupakan seorang ekonom Jerman yang juga menjadi pengajar di Universitas Praha pada tahun 1907. Kemudian pada tahun 1907-1933 ia juga mengajar di Universitas Heidelberg (Jerman). Weber memiliki teori yang berkaitan dengan least cost location. Teori tersebut menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan di tempat yang menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan ditempat yang memiliki biaya yang memiliki sewa lahan paling minimal. Tempat yang memiliki total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimal dan cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimal. Weber mengemukakan enam teori sebagai berikut:
·   Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya.
·   Sumber daya dan bahan mentah. Tidak semua jenis sumber daya alam terdapat disetiap tempat.
·   Upah tenaga kerja. Ada upah yang baku yang telah ditetapkan sehingga jumlahnya sama di setiap tempat, tetapi ada pula upah yang merupakan hasil persaingan antar penduduk.
·   Biaya transportasi. Besarnya biaya transportasi tergantung pada massa bahan baku serta jarak dari asal bahan baku ke lokasi pabrik.
·   Terdapat kompetisi antarindustri. Setiap industri pasti melakukan persaingan untuk memperoleh pasar dan keuntungan yang lebih besar.
·   Manusia selalu berfikir rasional untuk pengembangan industri.
Dengan mengguanakan asumsi diatas maka biaya transportasi akan tergantung pada bobot barang dan jarak pengangkutan. Pada prinsipnya yang harus diketahui adalah unit yang merupakan hubungan fungsional dengan biaya serta jarak yang harus ditempuh dalam pengangkutan itu memiliki biaya yang sama. Disini dapat diasumsikan bahwa harga satuan angkutan kemana-mana sama, sehingga perbedaan biaya angkutan hanya disebabkan oleh bobot barang dan jarak yang ditempuh.
         Weber juga menyusun sebuah model yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional (locational triangle), yang didasarkan pada asumsi :
1. Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna.
2.Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3.Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
4.Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.
         Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi akan bertambah secara proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi hasil produksi
B.           TEORI LOKASI AUGUST LOSCH
         August Losch, adalah seorang ekonom Jerman dan menulis sebuah buku berjudul The Economics of Location (1954). Dia merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi permintaan sebagai variabel utama dengan memperhitungkan baik harga produk dan berapa biaya untuk memproduksinyaDimana Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga diketemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Losch berpendapat bahwa dalam lokasi industri yang tampak tak teratur dapat diketemukan pola keberaturan.
          Teori losch berasumsi suatu daerah yang homogen dengan distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang merata serta selera konsumen yang sama. Kegiatan ekonomi yang terdapat di daerah tersebut merupakan pertanian berskala kecil yang pada dasarnya ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan petani masing-masing. Selain itu, untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang losch harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1.      Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.
2.      Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.
3.      Terdapat free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.
4.      Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai besar optimum.
5.      Konsumen bersikap indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga yang rendah.
Pada teori Losch, wilayah pasar bisa berubah ketika terjadi inflasi (perubahan) harga. Hal ini disebabkan karena produsen tidak mampu memenuhi permintaan yang karena jaraknya jauh akan mengakibatkan biaya transportasi naik sehingga harga jualnya juga naik, karena tingginya harga jual maka pembelian makin berkurang. Hal ini mendorong petani lain melakukan proses produksi yang sama untuk melayani permintaan yang belum terpenuhi.

SUMBER :
http://wapedia.mobi/sv/August_L%C3%B6sch /.Diunduh pada hari Jum’at, 21 September 2012
http://indrajayaadriand.wordpress.com/. Diunduh pada hari Jum’at, 21 September 2012
http://library.usu.ac.id/. Diunduh pada hari Jum’at, 21 September 2012

ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA


ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA

A.         ZONA LAHAN
            Pembangunan suatu kota memerlukan 2 instrumen penting yaitu  development plan dan development regulation. Tanpa kedua instrument tersebut maka pembangunan kota tidak dapat berjalan baik. Development plan adalah rencana tata ruang kota yang umumnya di semua negara terdiri dari 3 jenjang rencana yang baku, yaitu rencana makro, rencana meso dan rencana mikro. Sedangkan development regulation atau peraturan zonasi adalah suatu perangkat peraturan yang dipakai sebagai landasan dalam menyusun rencana tata ruang mulai dari jenjang rencana yang paling tinggi (rencana makro) sampai kepada rencana yang sifatnya operasional (rencana mikro) disamping juga akan berfungsi sebagai alat kendali dalam pelaksanaan pembangunan kota.
         Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik sedangkan lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, seperti luas yang relatif karena perubahan luas akbibat proses alami dan proses artifisial sangat kecil; memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, dan sebagainya) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dalam kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta di kelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang dan bertujuan untuk mempermudah jalanya pembangunan, karena telah di tetapkan pembagian-pembagian wilayah atau lahan yang akan di rencanakan atau di bangun dan dengan zona yang telah di bagi sesuai dengan fungsi lahan yang sudah ada atau yang telah di rencanakan
B.           STRUKTUR RUANG KOTA
         Struktur ruang merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Ruang kota merupakan tempat intensif antara kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga transaksi akan terjadi maksimal bila dilakukan di kota. Secara internal, lokasi sangat menentukan keberadaan kegiatan dan interaksinya yaitu bagaimana pola kegiatan dan memilih lokasinya di dalam kota dan bagaimana hasil pemilihan lokasi menentukan struktur ruang kota. Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. Struktur ruang kota memiliki elemen-elemen pembentuk, yaitu:
1.   Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
2. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat diatas.
Sedangkan terdapat 3 teori utama yang melandasi struktur ruang kota, yaitu :
1.      Teori Konsentris (Burgess, 1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
2.      Teori Sektoral (Hoyt, 1939) menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3.      Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman, 1945) menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49).
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu;
a. bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans)
b.bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans)
c. bentuk cincin (circuit linier or ring plans)
d.                              bentuk linier bermanik (bealded linier plans)
e. bentuk inti/kompak (the core or compact plans)
f. bentuk memencar (dispersed city plans)
g.bentuk kota bawah tanah (under ground city plans)

C.          HUBUNGAN ANTARA ZONA LAHAN DENGAN STRUKTUR RUANG KOTA
            Seperti apa yang di katakan Bintarto (1989),bahwa perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan. Sebuah kota akan terlihat bentuknya jika memiliki zona-zona pada setiap lahan, ataupun wilayah, terutama pada struktur ruang kota, yang membutuhkan batas-batas di setiap ruang, agar terlihat perkembangan kota di setiap sudutnya, maka diperlukan zona-zona tersebut, agar bisa mempertegas adanya sebuah struktur kota.

SUMBER :
http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/. Diunduh pada hari Kamis, 13 September 2012
http://www.perencanaankota.com/. Diunduh pada hari Kamis, 13 September 2012
http://www.scribd.com/doc/57919604/. Diunduh pada hari Kamis, 13 September 2012



PENAJAMAN CITRA DAN FILTER CITRA


PENAJAMAN CITRA DAN FILTER CITRA

Penajaman citra (enhancement), yaitu mengubah nilai piksel secara sistematis sehingga menghasilkan efek kenampakan citra yang lebih ekspresif sesuai dengan kebutuhan pengguna. Meliputi semua operasi yang menghasilkan citra baru dengan kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda. Penajaman Kontras ini bertujuan untuk memperoleh kesan kontras yang lebih tinggi. Dengan mentransformasi seluruh nilai kecerahan maka hasilnya adalah berupa citra baru dengan nilai maksimum awal, dan nilai minimum baru lebih rendah dari nilai minimum awal dan jika dilihat secara visual hasilnya berupa citra baru yang variasi hitam putihnya lebih menonjol sehingga tampak lebih tajam dan memudahkan proses interpretasi.
Perentangan kontras
Kontras citra dapat dilakukan dengan merentangkan nilai kecerahan pikselnya. Citra asli biasanya memiliki panjang gelombang yang lebih sempit dari 0-255. Sehingga hasil citra baru memiliki histogram yang memiliki kurva lebih besar.
Filtering ( Pemfilteran)
Pemfilteran adalah cara untuk ekstraksi bagian data tertentu dari suatu himpunan data dengan menghilangkan bagian-bagian data yang tidak diinginkan.
Filter dirancang untuk menyaring informasi spectral sehingga menghasilkan citra baru yang mempunyai variasi nilai spektral yang berbeda dengan citra asli. Terdapat 2 jenis filtering, yaitu filter high pass dan filter low pass.
1.        Filter high pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari piksel ke piksel, sedangkan filter low pass justru sebaliknya, memiliki fungsi untuk menaikkan frekwensi sehingga batas satu bentuk dengan bentuk lainnya menjadi jelas. Tujuannya untuk menonjolkan perbedaan antara objek ataupun perbedaan nilai, kondisi ataupun sifat antar objek yang diwakili oleh nilai piksel.
2.        Filter low pass adalah batas antara satu bentuk dengan bentuk lainnya menjadi kabur sehingga terkesan memiliki gradasi yang halus. Tujuannya untuk memperhalus kenampakan citra.



SUMBER :
file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND.../. Diunduh pada Minggu, 30 September 2012.

METODE PENGINDERAAN JAUH DAN INTERPRETASI CITRA PENGINDERAAN JAUH


METODE PENGINDERAAN JAUH

Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah design menyeluruh untuk meyelesaikan masalah penelitian. Di samping metode penelitian ada teknik penelitian, yaitu alat khusus untuk melaksanakan metode, dapat pula diartikan sebagai cara melaksanakan sesuatu secara ilmiah. Pada analisis penginderaan jauh
yang biasa dipakai adalah metode analisis manual dengan teknik analisis fotomorfik.
Metode Penginderaan jauh meliputi 7 tahap, yaitu :
1.      Perumusan masalah dan tujuan
Masalah yang telah dirumuskan dengan jelas merupakan landasan bagi perumusan tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut terkadang permasalahan yang terjadi dirumuskan sebagai sesuatu yang ingin dicapai dikurangi dengan apa yang telah ada.
2.      Evaluasi kemampuan
Penilaian terhadap kemampuan menyangkut kemampuan pelaksana, tim, alat, dan perlengkapan, dana, waktu. Antara tujuan  dan kemampuan harus sesuai.
3.      Pemilihan prosedur
Pemilihan cara kerja yang baik perlu diketahui tentang permasalahan yang ada serta tujuan dan kemampuan yang tersedia. Untuk itu dapat digunakan teknik penginderaan jauh untuk memeperkecil biaya dan waktu pelaksanaan.
4.      Persiapan
a.       Menyiapkan data acuan
b.      Menyiapkan data penginderaan jauh
c.       Menyiapkan mozaik à serangkaian foto daerah tertentu yang bertampalan disusun menjadi satu lembar foto.
d.      Orientasi medan (bila mungkin).
5.      Interpretasi data (Uji lapangan dan Interpretasi ulang )
a.       Interpretasi Secara Digital ; dasarnya berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektralnya
b.      Interpretasi Secara Visual
·         Vink (1965 )
·         Lo (1976)
·         Roscoe (1960)
·         Umali (1983)
·         Estes et al
6.      Penyajian laporan
Penelitian murni à analisisnya pada bidang penginderaan jauh
·           mengkaji korelasi spektral data tunggal (data digital maupun visual) à korelasi sifat spektral tanah dan wujudnya pada citra
·           mengkaji korelasi spektral pada data multispektral (foto multispektral, citra multispektral/ data digital) à penyajian laporan tidak harus berupa peta
Penelitian terapan à penginderaan jauh membantu dalam perolehan data dan analisis spasialnya. Misalnya untuk pertanian, geologi.
·           Haggett(1972) à analisis kovariasi spasial adalah kajian atas dua agihan spasial/ lebih yang berbeda-beda bagi suatu daerah.
·           korelasi antara kualitas lingkungan dan kepadatan penduduk
·           korelasi antara tingkat erosi dan kemiringan lereng
7.      Uji ketelitian
            Uji ketelitian sangan penting untuk dilaksanakan. Ketelitian data hasil interpretasi sangan penting untuk diketahui sebelum dilakukan analisa terhadap data tersebut. Salah satu cara yang digunakan untuk uji ketelitian dalam analisis digital data penginderaan jauh adalah dengan menggunakan komputer, cara lain yang dapat pula digunakan pada analisis manual atau visual data penginderaan jauh yaitu dengan mengubah pixel menjadi grid/ petak-petak bujur sangkar atau menjadi luas bagi masing-masing kelas hasil interpretasi.
UNSUR INTERPRETASI CITRA
a.       Rona / warna
            Rona dan warna  merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra ( enhacement) . Rona merupakan tingkat / gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam disbanding obyek yang relative lebih kering.
b.      Bentuk
            Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh .
c.       Ukuran
            Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas , tinggi, lereng dan volume (sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu.
d.      Tekstur
            Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra ( Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus.
e.       Pola
            Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsure penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sanagt mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam.
f.       Bayangan
            Bayangan merupakan unsure sekunder yang sering embantu untuk identifikasi obyek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk ( hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara).
g.      Situs
            Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Sirtus bukan cirri suatu obyek secara langsung, teapi kaitanya dengan factor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropic, ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut ( estuaria).
h.      Asosiasi
            Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habita yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya jaringan tarnsportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan.


SUMBER :
http://www.scribd.com/doc/53163381/. Diunduh pada Minggu, 16 September 2012.