Selasa, 02 Oktober 2012

ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA


ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA

A.         ZONA LAHAN
            Pembangunan suatu kota memerlukan 2 instrumen penting yaitu  development plan dan development regulation. Tanpa kedua instrument tersebut maka pembangunan kota tidak dapat berjalan baik. Development plan adalah rencana tata ruang kota yang umumnya di semua negara terdiri dari 3 jenjang rencana yang baku, yaitu rencana makro, rencana meso dan rencana mikro. Sedangkan development regulation atau peraturan zonasi adalah suatu perangkat peraturan yang dipakai sebagai landasan dalam menyusun rencana tata ruang mulai dari jenjang rencana yang paling tinggi (rencana makro) sampai kepada rencana yang sifatnya operasional (rencana mikro) disamping juga akan berfungsi sebagai alat kendali dalam pelaksanaan pembangunan kota.
         Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik sedangkan lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, seperti luas yang relatif karena perubahan luas akbibat proses alami dan proses artifisial sangat kecil; memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, dan sebagainya) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dalam kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta di kelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang dan bertujuan untuk mempermudah jalanya pembangunan, karena telah di tetapkan pembagian-pembagian wilayah atau lahan yang akan di rencanakan atau di bangun dan dengan zona yang telah di bagi sesuai dengan fungsi lahan yang sudah ada atau yang telah di rencanakan
B.           STRUKTUR RUANG KOTA
         Struktur ruang merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Ruang kota merupakan tempat intensif antara kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga transaksi akan terjadi maksimal bila dilakukan di kota. Secara internal, lokasi sangat menentukan keberadaan kegiatan dan interaksinya yaitu bagaimana pola kegiatan dan memilih lokasinya di dalam kota dan bagaimana hasil pemilihan lokasi menentukan struktur ruang kota. Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. Struktur ruang kota memiliki elemen-elemen pembentuk, yaitu:
1.   Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
2. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat diatas.
Sedangkan terdapat 3 teori utama yang melandasi struktur ruang kota, yaitu :
1.      Teori Konsentris (Burgess, 1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
2.      Teori Sektoral (Hoyt, 1939) menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3.      Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman, 1945) menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49).
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu;
a. bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans)
b.bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans)
c. bentuk cincin (circuit linier or ring plans)
d.                              bentuk linier bermanik (bealded linier plans)
e. bentuk inti/kompak (the core or compact plans)
f. bentuk memencar (dispersed city plans)
g.bentuk kota bawah tanah (under ground city plans)

C.          HUBUNGAN ANTARA ZONA LAHAN DENGAN STRUKTUR RUANG KOTA
            Seperti apa yang di katakan Bintarto (1989),bahwa perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan. Sebuah kota akan terlihat bentuknya jika memiliki zona-zona pada setiap lahan, ataupun wilayah, terutama pada struktur ruang kota, yang membutuhkan batas-batas di setiap ruang, agar terlihat perkembangan kota di setiap sudutnya, maka diperlukan zona-zona tersebut, agar bisa mempertegas adanya sebuah struktur kota.

SUMBER :
http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/. Diunduh pada hari Kamis, 13 September 2012
http://www.perencanaankota.com/. Diunduh pada hari Kamis, 13 September 2012
http://www.scribd.com/doc/57919604/. Diunduh pada hari Kamis, 13 September 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar