ANALISIS
TEORI INDUSTRI
Dalam penentuan lokasi
industri perlu memperhatikan beberapa faktor serta aspek untuk mendapatkan
lokasi yang strategis dan cocok untuk keberlanjutan industry itu sendiri.
Industri merupakan suatu kegiatan pengolahan atau pentransformasian benda
(material) menjadi sesuatu yang nilai atau manfaatnya lebih besar, melalui
proses-proses fisika maupun kimia. Dasar pengambilan keputusan lokasi suatu
industry meliputi tiga elemen penting, yaitu:
1. Skala
operasi ; yaitu rencana berapa
jumlah produk yang akan dihasilkan serta pada tingkat berapa produk akan
dijual.
2. Teknik
produksi ; Merupakan kombinasi dari
beberapa input, yaitu tenaga kerja, modal, mesin yang dipilih untuk proses
produksi.
3. Lokasi
pabrik ; Merupakan hal yang
paling penting yaitu di mana proses pengolahan akan dijalankan.
Pada pembahasan kali
ini kita akan membahas dua teori yang dapat menjadi acuan dalam menganalisis
lokasi industri.
1. Teori Susut dan Biaya Pengangkutan
Teori susut di sini
maksudnya adalah pengurangan berat yang terjadi karena proses pengolahan.
Misalnya, pada industri minyak kelapa, 100 kg kopra (kelapa kering) hanya bisa
menghasilkan 25 kg minyak kelapa. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah
melalui proses pengolahan akan mengalami pengurangan berat. Secara umum, teori
susut dan biaya pengangkutan mengemukakan hubungan-hubungan antara faktor susut
dan biaya pengangkutan. Teori ini bermanfaat untuk melihat kecenderungan lokasi
industri, artinya dapat mengkaji kemungkinan-kemungkinan penempatan suatu
industri (pabrik) di tempat yang paling menguntungkan secara ekonomi.
Dari tabel
diatas dijabarkan empat kasus suatu pabrik yang mengolah bahan mentah (M) yang berasal
dari satu daerah sumber bahan mentah (SM), menjadi satu macam barang jadi (B),
yang kemudian dijual di suatu daerah pasar (P). Pada contoh, digunakan dua
variabel, yaitu susut dan biaya pengangkutan. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi jalannya industri dianggap sama dan diabaikan. Hasil perhitungan
biaya pengangkutan seperti pada contoh diatas menunjukan pada kasus A dan B
industri/pabrik cenderung ditempatkan di daerah sumber bahan mentah. Akan
tetapi, pada kasus C dan D sebaliknya, pabrik cenderung ditempatkan di daerah
sumber bahan mentah.
Menurut
perhitungan, ternyata jumlah biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan lebih
rendah. Pada kasus D besarnya biaya pengangkutan berbeda dengan kasus A, B, dan
C. Coba hitungkan kemungkinannya jika pada kasus D besarnya biaya pengangkutan
disamakan dengan kasus A, B, dan C. Terdapat dua kesimpulan dalam pemilihan
lokasi yang baik (dengan catatan faktor-faktor lainnya sama) menurut teori
susut dan biaya pengangkutan. Pertama, makin besar angka rasio susut dalam
pengolahan, makin kuat kecenderungan menempatkan pabriknya di daerah bahan
mentah. Kedua, makin besar perbedaan biaya pengangkutan antar bahan mentah dan
bahan jadi, makin kuat daerah pasar dijadikan sebagai tempat lokasi industri.
2. Teori Weber
Weber mengemukakan
teorinya dalam bukunya yang terkenal Theory of The Location of Industries
(1909). Teori Weber dimulai dengan beberapa premis sebagai berikut.
a.
Unit analisis
tunggal, merupakan daerah yang terisolasi yang homogen baik mengenai iklimnya, topografi
maupun penduduknya.
b. Beberapa sumber alam seperti air dan pasir, mudah
diperoleh dimana saja, sedangkan sumber alam lain hanya terdapat di
daerah-daerah tertentu saja, misalnya batu bara dan bijih besi.
c.
Biaya
pengangkutan adalah fungsi dari berat dan jarak, artinya makin bertambah sesuai
dengan berat dan jaraknya. Beberapa contoh kasus berikut ini menunjukkan peran
biaya pengangkutan terhadap kemungkinan dan kecenderungan lokasi industri.
Kasus A: Satu Pasar dan Satu macam Bahan Mentah Jika
suatu industri hanya mengolah satu macam bahan mentah dan memasarkannya pada
satu daerah pasar maka ada tiga kemungkinan lokasi industrinya.
a.
Jika
bahan mentah yang dibutuhkan mudah diperoleh dimana saja maka pabriknya dapat
atau cenderung ditempatkan di daerah pasar.
b.
Jika
bahan mentah yang diperlukan hanya terdapat di daerah tertentu saja dan
mengalami susut dalam pengolahannya maka pabriknya dapat ditempatkan baik
didaerah pasar maupun daerah bahan mentah.
c.
Jika
bahan mentah hanya terdapat di daerah tertentu saja dan mengalami susut dalam
pengolahannya maka industrinya akan ditempatkan di daerah sumber bahan mentah.
d.
Harus
diingat bahwa besarnya biaya pengangkutan berkaitan langsung dengan berat
barang yang diangkut.
Kasus B: Satu Daerah Pasar dan Dua
Macam Bahan Mentah Jika industri mengolah dua macam bahan mentah (M1 dan M2),
hasilnya hanya dipasarkan di suatu tempat tertentu saja maka industri itu akan
ditempatkan di salah satu kemungkinan berikut.
a. Jika M1 dan M2 mudah diperoleh
dimana saja maka industri itu akan ditempatkan di daerah pasar.
b. Jika M1 mudah diperoleh dimana saja
sedangkan R2nya hanya terdapat di suatu daerah tertentu saja duluan daerah
pasar dan jika keduanya tidak mengalami susut dalam pengolahan maka industri
tersebut akan ditempatkan di daerah pasar. Biaya pengangkutan hanya dikeluarkan
untuk R2.
c. Jika kedua bahan mentah (M1 dan M2)
hanya terdapat di daerah- daerah tertentu yang berlainan dan mengalami susut
dalam pengolahannya maka pemecahannya agak sulit. Untuk itu, Weber memperkenalkan
teori yang disebut location triangle (segitiga lokasi) dengan titik sudutnya
adalah daerah pasar (P), dan daerah-daerah sumber bahan mentah (M1 dan M2).
Contohnya, suatu industri mengolah R1 dan R2. keduanya mengalami susut 50%.
Setiap tahunnya diperlukan masing-masing bahan mentah itu 2.000 ton.
a. Jika industri itu ditempatkan di P
maka biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan pertahunnya adalah sebagai
berikut.
R1
= 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
b. Jika industri itu ditempatkan di M1
maka biaya pengangkutan itu adalah:
R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
P = 2.000 ton x 100 km = 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
R1 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
P = 2.000 ton x 100 km = 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
c. Jika industri itu ditempatkan di
titik X maka biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan pertahunnya menjadi:
R1
= 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
P = 2.000 ton x 87 km = 174.000 ton-km
Jumlah = 374.000 ton-km
Biaya pengangkutan pada poin C ternyata lebih rendah dibandingkan dengan A dan B. Ini berarti bahwa penempatan atau lokasi industri di X akan lebih menguntungkan jika industri itu ditempatkan di P, M1, atau M2 1. Pengumpulan Data Berikut ini data yang harus dikumpulkan untuk kepentingan analisis lahan pertanian.
R2 = 2.000 ton x 100 km= 200.000 ton-km
P = 2.000 ton x 87 km = 174.000 ton-km
Jumlah = 374.000 ton-km
Biaya pengangkutan pada poin C ternyata lebih rendah dibandingkan dengan A dan B. Ini berarti bahwa penempatan atau lokasi industri di X akan lebih menguntungkan jika industri itu ditempatkan di P, M1, atau M2 1. Pengumpulan Data Berikut ini data yang harus dikumpulkan untuk kepentingan analisis lahan pertanian.
SUMBER :
http://geobelajar.blogspot.com/. Diunduh pada Minggu, 30 September 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar